Selasa, 29 November 2011

Little Nature




















Hidup memang kadang seperti ini. Tampak blur, tidak mengerti apa, bagaimana, kenapa, kapan. Mungkin hal yang saya lakukan akan memasang musik lalu tenggelam dalam lirik-lirik, atau masuk ke dalam selimut dan berharap pertanyaan tenggelam untuk sejenak. Mungkin ketika kita tidur dengan bantal yang basah dengan air mata setelah bangun air mata itu telah kering, sejak kita tinggal larut dengan mimpi-mimpi, bertemu dengan seseorang yang tidak kita kenal lalu  jatuh hati begitu saja, atau berjalan-jalan dengan sahabat lama kemudian mereka tertawa bersamamu, cukup menenangkanmu dan setelah bangun kamu tersenyum seperti semua telah baik-baik saja mungkin juga lebih baik ketika kita mulai tersenyum.




Bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur pada diri sendiri—bahkan pada saat kita tak yakin akan diri kita?  —Paulo Coelho



Ada waktunya kita perlu keluar menginjak rumput tanpa alas kaki, menghirup udara, mencium bau rumput, dan menari dengan angin lalu kupu-kupu menghiasimu di udara, mengingatkan kamu agar mendengarkan hatimu sendiri, membebaskan apa yang benar-benar kamu inginkan, dan semoga semesta akan mengamini yang terbaik.



Sampai akhirnya meletakkan apa yang kita rasakan, istirahat sejenak dan tersenyum, semua masih baik-baik saja. Semuanya layak disyukuri. -catatan-


 foto by lulu dita and me

Tidak ada salahnya bermain dengan bunga-bunga rumput, seperti kita kecil, mengumpulkannya satu demi satu lalu dibawa pulang ke rumah. Kita pandang-pandangi dalam vas bunga dari kaleng roti bergambar putri cina, dan dalam hati berbisik—"terimakasih kalian turut membahagiakanku…" :')
xx

Minggu, 27 November 2011

Bermain lagi




S’gala santun, yang kau endap di jiwaku
Tak terisap dulu, kini kecapkan sesalku
Anyaman cintamu, terkoyak buram mataku
Kamulah satu-satunya--Dewa19


 
 

Dulu saya ingin sekali bisa bermain piano, sampai ada seseorang di rumah saya bermain piano, indah sekali. Saat itu saya di kamar dan merekam alunan pianonya. Saya ingin. Di sekolah ada seorang anak perempuan, selalu bermain gitar di belakang kelas. Saya ingin. 


Saya ingin, dan ingin, baiklah itu yang membuat saya setiap pulang sekolah lalu bermain gitar, belajar. Tidak ada yang bisa mengajari saya. Semua sibuk, tapi tidak apa-apa saya juga akan sibuk belajar sendirian. Hanya kadang waktu jika ada yang bermain gitar di depan saya, saya langsung bertanya bagaimana caranya. Dan pada waktu itu saya tidak sabar, saya tidak belajar satu persatu kunci namun, saya belajar satu lagu dan saya hafalkan kuncinya (lagu di atas, kamulah satu-satunya). Kemudian menciptakan lagu (abal-abal) untuk dia. Walau tidak sehebat dan romantic yang dibayangkan : ), mungkin kali itu saya sedang linglung sampai menciptakan lagu segala.   


Dulu, saya tidak perduli kuku saya rusak, sampai pada waktu kuliah salah satu kuku saya belum kembali seperti semula.  Mungkin berbeda jika main piano, kuku tidak akan rusak. Namun memang belum ada kesempatan bisa belajar. Seandainya ada yang mau mengajari, luar biasa seneng saya. Kalau tidak, main piano buat saya saja pasti juga sudah seneng banget (ini bukan kode lho) :))


   
 Foto by Lulu Dita Ramadhani



Beberapa tahun terakhir ini saya sudah tidak membawa gitar, gitar yang saya bawa rusak. Sedih memang namun mungkin sudah waktunya rusak. Sekarang saya menemukan lagi dirumah, walau saya harus mulai lagi membiasakan memegang gitar lagi. Aaah bahagia itu sederhana, sstt tapi  ada yang bilang lagi, galau itu juga sederhana dan sayangnya benar juga, jika bermain gitar lalu bermain lagu sendu saja sudah bisa galau, sederhana kan (hihi) ;)) happy weekend semua..
 

:: Saya sedang gandrung dengan @BUDIdoremi maen gitar dengan lagu jenaka, enggak bikin galau deh :p


Jumat, 25 November 2011

cerita jingga




Aku menutup mata dan tubuhmu menjelma. Di ujung jariku lekukmu adalah lembah dan tiap lipatan menyembunyikan jurang dan gua-gua. Hutan-hutanmu melepas wangi pakis yang basah dan suara-suara binatang liar. Aku takut, tapi kamu membiarkanku.  Aku tersesat, juga terpikat. Tubuhmu adalah negeri asing, tapi aku tak perlu pemandu. Kita telah saling melintas perbatasan dan melebur satu bahasa—Avianti  Armand, Matahari (Kereta Tidur).




 
Terkadang memasuki halaman demi halaman, kamu yang terpilih perannya di sana, kamu bermain dengan asik, begitu pula aku tidak merasa lelah terus membacamu. Walau terkadang aku ingin ada sebuah pintu menuju bermain peran denganmu. Namun di sana tertulis hanya kamu yang boleh masuk, dan aku dipersilahkan duduk di tempat penonton, menyaksikan dan membaca setiap rautmu saja. 

Hanya tersisa aku terduduk ketika pertunjukan selesai, kamu kembali menutup pintu. Peran di buku itu selesai, aku harus mencarimu di tempat lain untuk menemukanmu lagi, untuk menyaksikan air wajahmu, sorot matamu, dan punggung teduh.



 foto by farhan
 
 

Pasti, akan ada yang datang. Malaikat-Nya, saya menantinya sore ini. Mungkin hanya untuk sekedar membagi lollipop lalu tertawa bersama. Bahagia itu sederhana, ketika rumitpun kadang terjadi karena hal sederhana. Benar, sayalah yang memang harus memilih.

Sore menjelang malam yang hampir menyeluruh jingga, sosok datang menghampiri saya membawa warna. Ini cinta, terkadang ini harus saya ciptakan, bukan melulu menunggunya. Benarkan ada malaikat yang mengingatkan saya.


Thanks ya Allah…

Kamis, 24 November 2011

duduk sebentar



Langit, biru, rumput, daun, hijau, kupu-kupu—angin. aku berhenti, mengamati, mengambil nafas. Hari berjalan dengan cepat,  dan aku telah memilih hidup di sini. Tentang harapan, kesetiaan, dan mimpi. Semua harus berjalan menjadi satu. Tidak mudah—kamu masih ada dalam setiap renunganku. Tidak demikian juga kamu, itu yang mungkin akan menjadi sulit bagiku. Sendirian.


Beberapa hari terlalu lelah, mungkin aku akan mudah berkata-kata konyol. Mungkin aku sendiri tidak menyukainya. Tapi mungkin ini adalah ketidak setiaan yang harus aku bayar setelah aku menyiakan orang yang menghargai waktu. Aku menyesal. Dan ketika hal terjadi lagi aku akan berusaha menjaga setia pada waktu itu sendiri.


Betapa menyakitkan disia-siakan waktu, dengan orang yang satu-satunya menemani langkah tujuanmu-- seorang teman. Mungkin aku pernah menjadi teman yang begitu menyakitkan hingga aku harus membayar ini, sendirian. Beberapa kali menerawang diantara kelipan sinar lampu, beberapa pohon tersibak angin mendesir lentik, keadaan ini mungkin tidak memusuhiku, hanya mengujiku. ...Biarkan aku terduduk dahulu.




picture 1: here
picture 2: here