Sabtu, 30 Juli 2011

Seperti ini


pic: here


Sepertinya kamu meninggalkan sisa-sisa kenangan di sini.


Saya sulit menulis sesuatu di sini, memulai dan menjabarkannya lagi.


Tidak seperti dulu.


Kadang saya harus tertatih-tatih mengucapkan kata dan perkalimat.


Seperti ini.



Sehingga saya harus punya halaman lain yang saya isi dengan satu kalimat saja.


Padahal saya lebih senang menyebut diri sebagi pencerita, menceritakan sesuatu sampai detail sesuka saya, karna saya tau saya bukan penulis.


Pencerita mungkin saja penulis, tapi seorang penulis itu self published, mempunyai suatu karakter yang membuat orang lain menganggapnya layak disebut penulis.


Dan pasti tidak mudah. Saya bukan bagian itu.


Saya hanya bercerita saja, bukan untuk semua orang tau,

Hanya karna saya menyukai ini.


Dan sekarang saya mencoba mengembalikan yang hilang untuk mudah saya ceritakan.


Seperti dulu.



Hidup itu mudah, dan terlalu mudahnya sampai mudah diperumit sedemkian hingga.


Saya berbeda dengan kamu,

kamu analitik matematik dengan semua yang berusaha kamu dapat dan pastikan dengan tingkat kesalahan yang biasa kamu hitung agar minimal atau nol.


Dan saya seorang analitik mimpi, menganalisis mimpi agar seorang seperti kamu bisa membaca bahasa yang saya ciptakan sendiri, ketika bangun tidur atau ketika termenung sendiri, tanpa kamu hitung.


Jika kamu bisa memperhitungkan hati ini, pasti kamu tahu titik batas saya akan bertahan.


Sebenarnya kamu tidak perlu menghitungnya benar kan? Tidak rumit.


Mungkin saya harus belajar.


Kita sama-sama belajar.



Mungkin titik kita berbeda tapi kita masih dalam kuadran yang sama.


Masih bisa ditarik garis lurus.


seperti segiempat yang ditarik garis lurus membentuk dua diagonal.


Kita mungkin dalam diagonal berbeda namun dalam bangun yang sama.


Benar seperti itu kan?



Semoga nanti garis lurus ditarik menjadi satu titik, meleburkan diagonal,

meleburkan bahasamu dan saya sehingga bisa dalam ruang yang sama,

bertukar pandang menikmati teh hangat berdua.

Semoga.



Jumat, 29 Juli 2011

Jauh

pic: here

Aku sempat bercerita denganmu bahwa aku sulit tidur dan karna itu kepalaku begitu berat . Aku bercerita datar, dan kamu mendengarkan tidak seperti biasanya, tiba-tiba kamu menyuruhku meminum obat, responku masih sama, aku menolak meminum obat jika masih bisa kutahan saja. Tiba-tiba kamu keluar dan menghilang. Aku menatapimu, dan menyesalkan sesingkat itu saja.



Aku bangun, duduk terdiam. Semua mimpi. Sesingkat ketika kamu yang melintas begitu saja setelah aku menunggu, sekelebat begitu saja seperti aku yang hendak tertabrak olehmu. Seandainya saja aku bisa mengatur apa yang harus aku lakukan, mungkin aku tidak akan bercerita apapun padamu. Aku tak akan bersuara, hanya akan menatapimu, melarutkan rindu yang sudah beku. Mungkin aku akan menangis, terlalu lama aku tak bertukar tatap mata denganmu.


Entah mimpi bisa diterjemahkan atau tidak, aku hanya ingin percaya semua terjadi karena kehendak-Nya. Bahkan ketika mereka menterjemahkan rindu ketika bulu mata terjatuh, dan angka kembar yang sering sekali kulihat. Ya sudah mungkin memang seharusnya seperti itu aturannya, jatuh dan terlihat.


Aku masih ingat, masih kusimpan semua tatapan yang sengaja atau tidak. Yang sepintas lalu atau yang terdalam hampir menyentuh bagian dalam hatimu. Semua masih, dan kadang menjadi teman ketika aku rindu kamu.


Aku rindu dan semakin rindu ketika bermimpi kamu.


Aku tidak bisa dan mungkin tidak akan menghubungimu. Kamu sudah begitu jauh. Ketika aku meyakinkan hati menghubungimu mungkin yang terjadi akan lebih menyakitiku. Aku berusaha untuk sembuh, kamu membantuku dengan begitu jauh dariku. Walau masih saja tidak mudah.


Mengapa kamu diam di sana, aku melihatmu dari kaca. Kenapa ragu memanggilku, sampai butuh beberapa lama kamu diam dan akhirnya memanggil aku. Kadang aku menghibur diri, kamu mungkin sedang diam, ingin memanggilku lagi. Namun, tidak sampai sekarang.

Kamis, 21 Juli 2011

5/ Hati

Aku tahu bukan hanya kamu. Tapi, hati tidak pernah memilih, dia hanya meletakkan kamu di sana. Seperti ada kursi nyaman yang sudah disediakan untuk kamu di sana. Kamu betah. Baiklah, Bayanganmu lebih tepatnya. Aku berulang kali meminta orang lain duduk di kursi itu, (lagi) hatiku tidak mengijinkan, sepertinya dia tahu apa yang dia mau.


Hatiku… sayangnya apa yang kamu mau, tidak semudah itu kamu minta dan letakkan di sampingku juga. Maaf, terkadang aku mengganggu apa yang kamu mau. Memaksamu menuruti pikiranku dan waktu, dan juga—dia. Kamu tahukan? dia tidak mudah aku temukan untuk mempersilahkannya duduk di kursimu itu. Jangan macam-macam dia punya kursi, yang dia pilih sendiri, di hati orang lain.


Untuk menulis ini, aku harus menyiapkan jeda beberapa menit, memejam mata, menarik nafas. Tidak mudah berbicara pada hati sendiri, membuat mengerti dan menerima apa yang terjadi.


Aku tahu kamu yang merasakan, melihat seseorang dari pandangan yang begitu jauh... dan ketika matanya menuju mataku, kamu hening, menunduk. Apa yang kamu mau? Kamu sakit, aku yang tidak terima. Tapi, kamu memafkannya begitu saja. Apa-apaan?



Mungkin cupid memang sedang tersesat di labirin, tidak bawa peta menujunya atau memang sedang belajar memanah sampai-sampai tidak bisa jatuh tepat di hatinya.


Jari-jariku menerima, ketika kamu memintanya untuk menulis tentang, dia, dia, dia. Siapa dia? beri nama! Oke aku tahu namanya, cuma aku ingin yang lain, jangan dia (lagi!). Biarkan seseorang yang lain duduk di sana, bersenda gurau denganku sambil menikmati teh. Begitukan enak… iyakan? Ahh iya harus!


Baik setelah menarik nafas aku sadar, memang susah ketika harus berbicara dengan diri sendiri. Sebenarnya aku sudah sadar susahnya dari dulu, hanya saja sekarang jadi tambah sulit mengerti arahnya.


Kamu mau kamana—hatiku sayang? Aku minta belajarlah pelan-pelan dengan cara yang sangat halus untuk membiarkannya pergi…


Minggu, 17 Juli 2011

:)

Aku tidak akan mengubah apapun dengan manatapi layar kosong monitor. Memangku sebuah buku lalu membolak-baliknya begitu saja setelah dibaca. Aku tidak akan mengubah apapun jika hanya diam dan mengharap sesuatu mengubah hatimu—ketika aku hanya membolak-balik mengingat apa yang telah terjadi selama ini. Aku ingin mengecup kenangan dan membiarkan dia berlayar di masa lalu. Untukmu masa lalu sahabatku.


picture: here