Tampilkan postingan dengan label selusin surat bercerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label selusin surat bercerita. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Juli 2011

5/ Hati

Aku tahu bukan hanya kamu. Tapi, hati tidak pernah memilih, dia hanya meletakkan kamu di sana. Seperti ada kursi nyaman yang sudah disediakan untuk kamu di sana. Kamu betah. Baiklah, Bayanganmu lebih tepatnya. Aku berulang kali meminta orang lain duduk di kursi itu, (lagi) hatiku tidak mengijinkan, sepertinya dia tahu apa yang dia mau.


Hatiku… sayangnya apa yang kamu mau, tidak semudah itu kamu minta dan letakkan di sampingku juga. Maaf, terkadang aku mengganggu apa yang kamu mau. Memaksamu menuruti pikiranku dan waktu, dan juga—dia. Kamu tahukan? dia tidak mudah aku temukan untuk mempersilahkannya duduk di kursimu itu. Jangan macam-macam dia punya kursi, yang dia pilih sendiri, di hati orang lain.


Untuk menulis ini, aku harus menyiapkan jeda beberapa menit, memejam mata, menarik nafas. Tidak mudah berbicara pada hati sendiri, membuat mengerti dan menerima apa yang terjadi.


Aku tahu kamu yang merasakan, melihat seseorang dari pandangan yang begitu jauh... dan ketika matanya menuju mataku, kamu hening, menunduk. Apa yang kamu mau? Kamu sakit, aku yang tidak terima. Tapi, kamu memafkannya begitu saja. Apa-apaan?



Mungkin cupid memang sedang tersesat di labirin, tidak bawa peta menujunya atau memang sedang belajar memanah sampai-sampai tidak bisa jatuh tepat di hatinya.


Jari-jariku menerima, ketika kamu memintanya untuk menulis tentang, dia, dia, dia. Siapa dia? beri nama! Oke aku tahu namanya, cuma aku ingin yang lain, jangan dia (lagi!). Biarkan seseorang yang lain duduk di sana, bersenda gurau denganku sambil menikmati teh. Begitukan enak… iyakan? Ahh iya harus!


Baik setelah menarik nafas aku sadar, memang susah ketika harus berbicara dengan diri sendiri. Sebenarnya aku sudah sadar susahnya dari dulu, hanya saja sekarang jadi tambah sulit mengerti arahnya.


Kamu mau kamana—hatiku sayang? Aku minta belajarlah pelan-pelan dengan cara yang sangat halus untuk membiarkannya pergi…


Sabtu, 21 Mei 2011

4/ 3 wanita hebat


Seseorang yang penting, sehingga ada saya saat ini. Saya mempunyai 3 nenek yang luar biasa. kadang saya hanya mengamati mereka saja. Mereka wanita-wanita yang begitu kuat. Itu yang menurun pada ibu saya. Ibu selalu menegaskan jika saya harus menjadi wanita yang mampu jika saya sendirian. Harus tegak berdiri. Seperti mereka, 3 wanita hebat…

Selasa, 17 Mei 2011

3/ Sang Pembalap

Surat ketiga untuk jagoan yang suka dipanggil pembalap. Saya ngaku kalah sama jagoan ini, dia konsisten dengan apa yang disukai, sampai menjadikan pekerjaan hobinya mulai SMP  -- dan beberapa yang saya perjuangkan dia yang mendapatkan, saya tidak pernah juara di SMP, dan dia yang keliatan ga pernah belajar, membuat ibu saya terkejut dipanggil karena dia juara ke 2 di sekolah. Kami serumah  tidak percaya, dan dia tetap cool begitu saja. Astaga…

Tau gak dek, mbak seneng banget tauk, punya adek kaya kamu. apalagi pas kamu, bilang “ga ada orang sukses kalo orang itu ga melakuakan apa yang benar-benar dia sukai” oh mai God itu kata-kata yang sering mbak bilang buat mempertahankan apa yang mbak mau. Walau mbak ga pernah bilang ke kamu, kamu malah bilang ke embak. Begitu sehatikah kita, mempertahankan mimpi kita masing-masing dek? Hehehe
Oya, jangan lupa tetep sekolah yang bener-bener. Hobi jalan sekolah juga jangan ditinggal. 

Mba sayang sama kamu, semoga kita berdua bisa ngebahagiain bapak sama ibuk ya…amiiin

Sabtu, 14 Mei 2011

2/ Bapak


Surat kedua dari selusin surat bercerita ini untuk bapak.

Teman ngobrol saya dirumah, yang paling betah dengerin saya curhat dari laut ke darat lalu kelangit *ah cape donk :) , bahkan ketika ibu mungkin sedang tidak bisa nyambung sama saya, bapaklah yang menjadi juru bicaranya. Kami sering berkomplot untuk memberi kejutan pada ibu. Misalnya waktu ibu tidur diam-diam kami datang menyanyi sambil membawa kue. Bapak yang main gitar, walau suara bapak ga bagus-bagus amat, itu yang buat ibu semakin seneng, seneng ngetawain bapak. 

Kamis, 28 April 2011

1/ Rindu


pic: disini

Untuk ibu saya yang selalu menggenggam tangan saya sampai sekarang ketika saya menyebrang jalan. Bukan untuk dirinya, tapi untuk saya. “hati-hati, pelan-pelan” katanya. Saya tersenyum…saya ganti menggenggam tangannya, menggandengnya. Saya ingin menggantikan menjaganya.

Kala itu, saya baru membaca sebuah buku. Saya ceritakan padanya, ibu lalu menelusuri cerita saya, sampai akhirnya ibu saya biarkan tertidur…saya sering melihat wajah ibu ketika tertidur, saya bisa melihatnya lekat-lekat. Rasanya ingin saya simpan hangatnya biar menguras semua rindu ketika saya jauh. Terimakasih selalu menerima air mata saya selama 23 tahun ini. Tidak kemana saya selalu membagi dengannya, terimakasih menerimanya dan menghangatkan saya.