Aku sempat bercerita denganmu bahwa aku sulit tidur dan karna itu kepalaku begitu berat . Aku bercerita datar, dan kamu mendengarkan tidak seperti biasanya, tiba-tiba kamu menyuruhku meminum obat, responku masih sama, aku menolak meminum obat jika masih bisa kutahan saja. Tiba-tiba kamu keluar dan menghilang. Aku menatapimu, dan menyesalkan sesingkat itu saja.
Aku bangun, duduk terdiam. Semua mimpi. Sesingkat ketika kamu yang melintas begitu saja setelah aku menunggu, sekelebat begitu saja seperti aku yang hendak tertabrak olehmu. Seandainya saja aku bisa mengatur apa yang harus aku lakukan, mungkin aku tidak akan bercerita apapun padamu. Aku tak akan bersuara, hanya akan menatapimu, melarutkan rindu yang sudah beku. Mungkin aku akan menangis, terlalu lama aku tak bertukar tatap mata denganmu.
Entah mimpi bisa diterjemahkan atau tidak, aku hanya ingin percaya semua terjadi karena kehendak-Nya. Bahkan ketika mereka menterjemahkan rindu ketika bulu mata terjatuh, dan angka kembar yang sering sekali kulihat. Ya sudah mungkin memang seharusnya seperti itu aturannya, jatuh dan terlihat.
Aku masih ingat, masih kusimpan semua tatapan yang sengaja atau tidak. Yang sepintas lalu atau yang terdalam hampir menyentuh bagian dalam hatimu. Semua masih, dan kadang menjadi teman ketika aku rindu kamu.
Aku rindu dan semakin rindu ketika bermimpi kamu.
Aku tidak bisa dan mungkin tidak akan menghubungimu. Kamu sudah begitu jauh. Ketika aku meyakinkan hati menghubungimu mungkin yang terjadi akan lebih menyakitiku. Aku berusaha untuk sembuh, kamu membantuku dengan begitu jauh dariku. Walau masih saja tidak mudah.
Mengapa kamu diam di sana, aku melihatmu dari kaca. Kenapa ragu memanggilku, sampai butuh beberapa lama kamu diam dan akhirnya memanggil aku. Kadang aku menghibur diri, kamu mungkin sedang diam, ingin memanggilku lagi. Namun, tidak sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar