Bagi saya jalanan mengajarkan banyak hal. Mereka melintas, bergerak, dalam detik waktu yang benar-benar larut dan mengalir begitu cepat. Ketika menepi, melihat apa yang terjadi, semua akan terasa fantasi. Semua tejebak dalam gerak. Dengan tetap menyimpan banyak cerita.
Bagitu menarik saat saya menemukan persimpangan, yang mengajarkan saya menentukan arah. Lampu merah yang mengharuskan berhenti, lampu hijau mempersilahkan berjalan lagi, dan lampu kuning mengingatkan untuk berhati-hati. Kadang terpampang aksen-aksen agar jalanan terasa tidak membosankan, agar terasa teduh, dan—inilah hidup, bervariasi.
Seorang sering terlihat terburu-buru tanpa kita tahu alasannya mengapa, mencoba memperkirakannya sendiri. Memahami ada juga yang memaki. Di antaranya ada yang tidak mau mengalah namun ada pula yang mau meluangkan waktunya memberikan ruang agar pejalan yang lain bisa melewati jalan. Jalan adalah tempat berbagi.
Pemberhentian jalan memberikan waktu untuk merenung, menajamkan indra, dan membuka yang ada di dalam sini (hati), melihat seseorang yang tinggal dan hidup di pinggir jalan, lalu anak kecil yang seharusnya belum layak belajar pada jalanan yang terlalu keras, akan dengan mudah di temukan duduk di trotoar, mengamen, berjualan Koran, atau membersihkan kendaraan saya. Dan benar, jalanan tidak pernah melihat umur atau latar belakang siapapun, siapa datang dan mencari hidup di sana akan dipukulnya dengan keras. Bagaimana tidak, jalan adalah tempat lalu lalang seseorang dengan hati yang tidak bisa terprediksi, watak yang selalu beragam.
Jalan juga berisi kenangan. Mengingatkan potongan yang terbawa waktu begitu cepat. Dan bagi sebagian orang, jalan menjadi tempat favorit melarutkan derai dalam hati, dan mata—setelah kita menemukan seseorang di sana, atau hanya memunguti sisa jejaknya, hanya untuk sebuah kenangan untuk dinikmati sendirian.
Bentuknya sederhana, namun tercipta sebagai ruang untuk mempermudah, tempat kaki memahat jejak-jejak dan aliran menuju tempat tertuju. Kadang di pagi hari atau waktu luang pada hari, saya habiskan hanya untuk menikmatinya saja. Hal yang awalnya terasa sulit dijelaskan kadang mengalir begitu saja di jalan. Saya memaknainya proses.
Nikmati jalanmu.
*saat kata-kata berloncatan di tengah jalan minta ditangkap, disusun perkalimat*
pic:here
Tidak ada komentar:
Posting Komentar