Jumat, 25 November 2011

cerita jingga




Aku menutup mata dan tubuhmu menjelma. Di ujung jariku lekukmu adalah lembah dan tiap lipatan menyembunyikan jurang dan gua-gua. Hutan-hutanmu melepas wangi pakis yang basah dan suara-suara binatang liar. Aku takut, tapi kamu membiarkanku.  Aku tersesat, juga terpikat. Tubuhmu adalah negeri asing, tapi aku tak perlu pemandu. Kita telah saling melintas perbatasan dan melebur satu bahasa—Avianti  Armand, Matahari (Kereta Tidur).




 
Terkadang memasuki halaman demi halaman, kamu yang terpilih perannya di sana, kamu bermain dengan asik, begitu pula aku tidak merasa lelah terus membacamu. Walau terkadang aku ingin ada sebuah pintu menuju bermain peran denganmu. Namun di sana tertulis hanya kamu yang boleh masuk, dan aku dipersilahkan duduk di tempat penonton, menyaksikan dan membaca setiap rautmu saja. 

Hanya tersisa aku terduduk ketika pertunjukan selesai, kamu kembali menutup pintu. Peran di buku itu selesai, aku harus mencarimu di tempat lain untuk menemukanmu lagi, untuk menyaksikan air wajahmu, sorot matamu, dan punggung teduh.



 foto by farhan
 
 

Pasti, akan ada yang datang. Malaikat-Nya, saya menantinya sore ini. Mungkin hanya untuk sekedar membagi lollipop lalu tertawa bersama. Bahagia itu sederhana, ketika rumitpun kadang terjadi karena hal sederhana. Benar, sayalah yang memang harus memilih.

Sore menjelang malam yang hampir menyeluruh jingga, sosok datang menghampiri saya membawa warna. Ini cinta, terkadang ini harus saya ciptakan, bukan melulu menunggunya. Benarkan ada malaikat yang mengingatkan saya.


Thanks ya Allah…

Tidak ada komentar: