Bersebelahan. Di
kursi panjang. Di depan kita meja dari sebuah gerobak berisi penuh makanan. Di
Angkringan. Sebelah stadion olahraga. Aku sengaja duduk di sebelahmu, karena
satu hal. Aku tidak mau menatap matamu. No, no, alasan itu sok romantic, sebab
yang tidak dipungkiri lagi karena memang cuma ada satu bangku. Ya, itu alasan
tepatnya. Kita mengamati beberapa hal, dan mendiskusikan banyak hal. Yang
teramati hanya stadion, tukang angkringan, dan makanan. Tapi yang kita
diskusikan bisa sampai kemana-mana. Mulai game kesukaanmu, pekerjaanku hari
ini, ikan sampai kucing yang kau pelihara, buku yang aku baca, dan
protesan-protesan kamu tentang hidupku (fiuuuh..) tapi aku menerimamu dan
segala protesanmu, aku suka itu.
Aku memesan kopi,
mengambil nasi. Nasi kucing. Sama kayak kamu. Suara gelas dan sendok tukang
angkringan saat membuat kopi menemani kita bicara. Kamu bilang, aku terlalu
banyak berinteraksi di satu ruang dari pagi sampai malam, begadang, lupa makan,
dan akan berakhir kata “sorry aku ga enak
badan” setiap kamu mengajak berbincang sebentar.
Aku bilang aku
harus mengejar semuanya, karena aku berada diantara orang-orang yang berlari,
tidak mungkin aku hanya diam diri. Tapi jika semua selesai, seperti sekarang
aku juga bisa kan nangkring lagi di sini sama kamu? Aku menyeruput kopi dan
kamu makan gorengan sambil tersenyum manggut-manggut.
Sambil mengambil
gorengan satu lagi, kamu bilang kamu menemukan ular, saat kamu main ke sawah.
Entah dari mana asalnya, kamu suka, kamu bawa pulang, kamu beri makan, kamu
pelihara sampai sekarang. Aku berhenti makan. “ya, ya, ya kamu takut dan geli sama kelas reptile, kita ganti kelas
pisces aja ya?” kamu bilang sambil ketawa-ketawa. “Besok aku bawain akuarium sama ikan koki, satu kuning, satu orange ya…buat
kamu..” sambil mengambil gelas kopi, kamu menyeruput, dan tatapanmu seolah
menanyakan “bagaimana? Kamu mau kan? Aku
tahu kamu juga kesepian di kostan”. Sial. Kamu tau rencanaku buat beli
akuarium dan pelihara ikan belum pernah kesampaian.
Aku meringis
pertanda mau banget. “dasar wanita ini” kau selalu bilang begitu saat aku
meringis dan mulai banyak bicara. Semakin sore, stadion semakin ramai, dan kita
harus pulang. Aku harus menjamah laporan-laporan yang ditugaskan padaku dan
kamu harus mencari makanan untuk reptilmu. Saatnya kita membayar makanan kita,
hal yang sering ditanyakan beberapa orang saat aku dan kamu makan. “Siapa yang
bayar??”. “Jelas kita”. “Caranya?” pertanyaan tambahan muncul. Mau makan di
angkringan, lesehan atau bahkan restoran. Tentu untuk makananku, aku akan
memberikan uangku dulu padanya, biar dia yang membayarnya, atau aku akan
mengganti setelahnya. Aku bukan seseorang yang perlu dia tanggung. Untuk
sekarang, dia cukup menanggung reptil dan ikan-ikannya saja. Iya kan… hehehe
Sengaja jalan
kaki menikmati udara sore yang jarang dilalui bersama. Kamu memasukkan tangan
ke saku jaketmu dan aku di sebelahmu menunjuk sana-sini seolah merancang sebuah
kota sambil banyak bicara. Tiba-tiba lengan sikumu memanggil lenganku lalu
menunjuk kecil ke arah guratan kuning langit senja. Kamu selalu tahu hal-hal
yang bisa buat aku diam, ternganga-nganga. "Jalan itu masih panjang, dan
yang kita tempuh baru beberapa langkah saja", katamu. “So… let me walk
with you”, kataku. Kamu tersenyum mengulurkan tangan dan berkata “take my hand,
I walk beside you, and I have so many things to see
with you”.
Dulu pernah di
pensiltanpawarna 2010 kangen aja…. : )
2 komentar:
Cerita yang menarik.
salam kenaL ..
Posting Komentar