`
Makan soto diselingi pembicaraan tentang berita di Balairung press, bersama kakak kost. Tumben saya buka webnya, karna saya biasanya membaca korannya, ini karena salah seorang teman semalem sms ada gosip hot di Ugm. Langsung buka dan yang membuat saya tercengang tak habis-habis adalah berita itu adalah tentang teman lama saya. Dulu kami ada dalam satu departemen kastrat (kajian dan kebijakan strategis), Bem Ugm. Tapi kemudian kami keluar karena memilih jalur sendiri-sendiri, dia dengan partai yang dia buat, dan saya ingin fokus di Bem kampus saja.
Entah mau berpendapat bagaimana, karna saya masih terkaget, sangat. Selama melakukan pekerjaan saya menilai dia seseorang yang lebih banyak berbuat dari pada bicara (talk less do more) istilahnya. Saya belum bisa percaya sampai sekarang ada apa? dan kenapa?
Apalagi pemberitaan itu benar-benar sangat menyudutkannya. Banyak yang terpancing kemarahannya ketika tau berita itu. Tapi bagaimana bisa setelah sepuluh bulan baru diketahui sekarang, apa hanya dia yang bersalah, bagaimana dengan sistemnya? bisa sampai kurang teliti sekali dalam sistem pendelegasian, dan dia juga yang terpilih sebagai ketuanya.
Apalagi pemberitaan itu benar-benar sangat menyudutkannya. Banyak yang terpancing kemarahannya ketika tau berita itu. Tapi bagaimana bisa setelah sepuluh bulan baru diketahui sekarang, apa hanya dia yang bersalah, bagaimana dengan sistemnya? bisa sampai kurang teliti sekali dalam sistem pendelegasian, dan dia juga yang terpilih sebagai ketuanya.
Berarti memang ada ketidaktelitian sistem disini. Disisi lain saya juga sangat menyesalkan kenapa karna politik bisa membutakan teman saya. Harapannya ini bisa dijadikan sebagai pelajaran dan media bisa lebih baik lagi untuk menilai dari dua sisi agar tidak terjadi ketimpangan yang memberatkan sebelah pihak saja, setelah itu biarkan orang yang menilai dari sudut pandang mereka masing-masing.
Kalau diingat-ingat selama di Bem saya dan kawan-kawan juga pernah mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan. Kami banyak mendengar celotehan mereka yang bilang kami suka mengeksklusifkan diri, atau bilang ”kebanyakan di Bem mah orang-orang **** saja”, ”Najis masuk ruang Bem!”, ”Ada atau tidak ada Bem sama saja.”.
Yang saya heran mereka kan juga masuk Ruang Bem ketika mengurus beasiswa, wawancaranya, dan juga jika ada berbagai sertifikat dari workshop atau seminar dari Bem, kemudian pemberitahuan lomba kreatifitas mahasiswa dll.
Hanya bisa mengelus dada saja, apa sampai begitu tidak bergunakah kami, kami berusaha mengajak warga kampus untuk lebih aktif atau peduli lagi misalnya, tapi bagaimana dengan si Aphatis? Mereka juga tidak mau perduli kan?
”Buat apa melakukan hal-hal seperti itu, saya disini jauh-jauh mahal-mahal untuk kuliah. bukan untuk ini itu”.
Saya selalu berfikir, sudahlah jika tidak perduli tidak apa-apa tapi jangan pernah menghina kami dengan kata-kata
”ngapain coba, buang-buang waktu”,”najis!”.
Padahal banyak dosen bilang ”berorganisasilah, pasti berguna bagi kalian setidaknya kalian menambah keluarga baru”.
Saya sendiri masuk Bem karna dulu saya sangat senang sekali ketika jadi Maba Bem membantu Maba yang belum mengerti dunia kampus, memberi tau cara registrasi, sampai beasiswa, ospek dan lain sebagainya. Pada saat itu saya langsung bilang ”Saya ingin menjadi anak Bem ingin seperti mereka”
Saya pernah berbincang dengan seorang kakek dipinggir jalan, waktu itu beliau bilang ”Saya dan kami warga sangat senang sekali ketika Mahasiswa-mahasiswa itu memperjuangkan nasib kami, mereka rela berjuang demi kami, menyampaikan aspirasi kami, mereka tidak pernah lupa dengan kami.. kami menganggap mahasiswalah yang berpihak pada kami, mbak... kalo jadi mahasiswa saya harap juga seperti itu, nanti kalo sudah ada diatas jangan lupa memperjuangakan nasib orang-orang kecil..”
”Ya Alloh, ternyata selama ini ada juga yang mengerti kami..” Kata saya dalam hati
Saya hanya pernah ikut sekali demo, dan bukan berarti saya menyetujui cara anarki , tidak sama sekali, saya tetap setuju dengan jalur yang lurus yang memang sesuai aturan. Namun sering kali orang yang berada dalam kelas *aman* atas kebijakan-kebijakan bilang
”gek ngopo to mas mbak..panas..panas...koyo ra enek kerjaan, wong sekolah yo sekolah wae..”.
Tapi bagaimana dengan mereka, mereka yang butuh keberpihakan dan sering terlupakan. Kami memang tidak sempurna, dan tidak pernah sempurna, di tempat ini kami hanya ingin belajar sesuatu yang tidak kami dapatkan didalam kelas, ingin belajar mengerti dan memahami keadaan, masih banyak hal lain yang membutuhkan perhatian dan dipelajari disini bukan berpolitik dan berdebat yang hanya terlihat kasat mata saja. Ini adalah pilihan menjadi aktivis atau aphatis, jadi harapannya bisa saling menghargai masing-masing saja.
4 komentar:
manusia memang tdk ada yg sempurna mai.. dan ketidaksempurnaan itu memang lebih gampang nyarinya dari diri orang lain, bukan dari diri kita sendiri..
jadi yaa.. kata pohon yg pindah profesi dari dukun jadi guru bahasa indonesia, 'biarlah anjing menggonggong, khafilah tetap berlalu'.. hihihi..
tetap semangat, mai.. :)
@pohon: iya memang sepuluh ama pak guru....
makasi ya.. :)
hhhh...inget kisah bulan juli :(
*eeeeh jadi curhat...
hihi
akhirnya bisa ngomeeeeen :)
@mino: monggo tidak ada tulisan dilarang curhat kok..hihihi....
kisah bulan juli apa ni mino?
iya akhirnya bisa comment ya...mana ku tau tadinya ga bisa comment..
sori..tapi maksi udah mau berkunjung lagi...
Posting Komentar